Jumat, 02 Oktober 2015

PEGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KESTABILAN AKTIVITAS XILANASE DIAMOBILISASI DALAM PASIR LAUT

SEBELUM SAYA MENJELASKAN DAN MENERANGKAN BAHWA TULISAN INI ADALAH RINGKASAN JURNAL DARI ADYATAMA ARDIAN, ANNA ROOSDIANA, SUTRISNO , JURUSAN KIMIA, FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM, UNIVERSITAS BRAWIJAYA, JUDUL YANG ADA DI ATAS TERSEBUT.

"ABSTRAK"
Xilanase merupakan jenis enzim hidrolisis spesifik yang penggunaannya sangat luas dalam berbagai industri terutama dalam biokonversi bahan hemiselulosa. Dalam skala industri, xilanase diproduksi dalam jumlah yang besar (scale up) sehingga enzim harus disimpan dalam waktu dan kondisi tertentu untuk menjaga kestabilannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kestabilan enzim xilanase yang diamobilisasi menggunakan matriks pasir laut. Enzim xilanase diisolasi dari Trichoderma viride yang dimurnikan menggunakan amonium sulfat dengan kejenuhan 40-80% dan dialisis. Pada penelitian ini dilakukan variasi suhu (30, 40, 50, 60, 70) °C dan variasi lama penyimpanan (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa xilanase amobil paling stabil pada suhu 60 °C dan penyimpanan 6 hari dengan aktivitas enzim sisa sebesar 50,74%. Semakin lama waktu penyimpanan maka aktivitas xilanase amobil semakin menurun. Xilanase amobil yang disimpan pada suhu 30, 40, 50 dan 70 °C stabil sampai 4 hari dengan aktivitas enzim sisa berturut-turut 54,88; 59,17; 61,98 dan 52,21%.

Kata kunci : Amobilisasi, kestabilan, lama penyimpanan, pasir laut, suhu

"PENDAHULUAN"
Enzim merupakan katalis biologis yang dapat meningkatkan laju reaksi di dalam sel-sel hidup [1]. Enzim dapat mempercepat reaksi antara 108-1011 kali lebih cepat karena dapatmenurunkan energi aktivasi dari reaksi kimia yang membuat pembentukan produk berjalan lebih cepat [2]. Xilanase merupakan kelompok enzim ekstraseluler yang memiliki kemampuan menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi xilo-oligosakarida dan xilosa [3]. Enzim xilanase dapat dihasilkan oleh sejumlah mikroorganisme yaitu bakteri maupun jamur.
KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 1, pp. 386 -392, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Received 18 September 2014, Accepted 18 September 2014, Published online 19 September 2014
Adapun salah satu jenis jamur yang berpotensi menghasilkan enzim xilanase yaitu jamur Trichoderma viride [4].Kegunaan dari enzim xilanase yang luas terutama untuk biokonversi bahan hemiselulosa, perlu dilakukan amobilisasi untuk meningkatkan efisiensi pemakaian enzim agar dapat dipakai berulang kali. Amobilisasi enzim adalah suatu proses penahanan pergerakan molekul enzim pada tempat tertentu dalam suatu ruang reaksi kimia yang dikatalisisnya sehingga membuat enzim menjadi stabil terhadap pH, suhu, ion logam, lebih tahan serangan protease, dan lebih mudah dipisahkan dari campuran pada akhir reaksi untuk reaksi selanjutnya [5]. Salah satu metode amobilisasi enzim yang sederhana adalah metode adsorpsi yaitu menggunakan adsorben untuk menyerap ataupun menempelkan enzim di permukaannya [6]. Penggunaan adsorben sebagai matriks amobilisasi dapat disubstitusi dengan menggunakan pasir laut karena mengandung silika 60-98% [7], sehingga baik jika dimanfaatkan sebagai matriks amobilisasi.
Enzim xilanase bebas hasil isolasi dari Trichoderma viride yang dimurnikan dengan pengendapan bertingkat dan dialisis memberikan kestabilan aktivitas yang berbeda saat disimpan pada suhu yang berbeda-beda. Aktivitas xilanase turun seiring dengan lama penyimpanan dan mempunyai aktivitas terbesar pada suhu 60 °C [8].
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kestabilan enzim xilanase yang diamobilisasi dalam pasir laut.
"METODE PENELITIAN"
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah kultur murni Trichoderma viride yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang dan pasir laut yang diperoleh dari pantai Tanjung Aan Lombok. Bahan kimia yang digunakan mempunyai kualitas for microbiology antara lain pepton, tepung agar, substrat xilan, kasein dan bahan yang mempunyai kualitas pro analisis yang didapat dari produsen Merck antara lain Na2HPO4, KH2PO4, CaCl2.2H2O, (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, asam dinitrosalisilat (DNS), padatan NaOH, NaKC4O6H4, CuSO4.5H2O, asam asetat glasial (BJ = 1,05 g/cm3), CH3COONa, HCl 37% (BJ = 1,19 g/mL), BaCl2, Na2SO3, fenol, glukosa anhidrat, asam oleat, dextrosa dan akuades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, ayakan 120-150 mesh, kantong selofan, jarum ose, pengaduk magnet, neraca analitik (Mettler Toledo AL 204), inkubator (Heraeus Type B 5042), pH meter (Inolab WTW), penangas air (Wemmert W 200), oven (Memmert), autoklaf (All, American Model 20X), shaker (Edmund Buhler SM 25 24B), sentrifuge dingin (Juan MR 1889), pemanas listrik (Janke-Kunkel), dan Spektrofotometer UV-Vis (Spectronic Genesys 20).
Prosedur
Produksi dan Pemurnian Enzim Xilanase
Satu tabung subkultur Trichoderma viride yang ditumbuhkan dalam media agar miring selama 144 jam (pH 5 dan 30 °C) disuspensikan ke dalam 1 mL akuades steril. Suspensi diambil sebanyak 2 mL, ditanam pada 13 mL media cair steril, dan diinkubasi dengan shaker kecepatan 100 rpm pada temperatur ruang selama 36 jam. Inokulum yang mengandung Trichoderma viride ditumbuhkan dalam 100 mL media pertumbuhan steril dan diinkubasi dalam shaker dengan kecepatan 100 rpm pada temperatur kamar hingga jam ke-60. Media hasil fermentasi ditambah 30 mL buffer asetat pH 5 dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit pada temperatur 4 °C. Filtrat merupakan ekstrak kasar xilanase kemudian dimurnikan menggunakan amonium sulfat melalui fraksinasi bertingkat dengan tingkat kejenuhan 40-80% dan dilanjutkan dengan dialisis.
Preparasi dan Aktivasi Matriks Pasir Laut
Pasir laut ditumbuk halus dan diayak dengan ayakan 120 mesh. Padatan yang lolos diayak kembali dengan ayakan 150 mesh. Pasir laut yang tertahan pada ayakan 150 mesh digunakan sebagai matriks amobilisasi dihomogenkan, dicuci dengan aquades, disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Pasir laut yang telah dipreparasi ditimbang 10 gram dan direndam dalam 200 mL larutan HCl 0,4 M kemudian dikocok dalam shaker pada suhu ruang selama 4 jam dengan kecepatan pengocokan 100 rpm. Pasir laut hasil perendaman disaring dengan kertas Whatman no. 40 dan dicuci dengan aquades hingga air pencuci netral. Pasir laut hasil aktivasi dikeringkan pada suhu 105 °C hingga berat konstan kemudian dikalsinasi pada suhu 500 °C selama 4 jam.
Amobilisasi Xilanase dengan Matriks Pasir Laut
Xilanase hasil pemurnian sebanyak 40 mL dicampurkan dengan 15 g pasir laut yang telah diaktivasi. Campuran ini diinkubasi dalam shaker pada suhu ruang dengan kecepatan 100 rpm selama 3 jam. Hasil amobilisasi kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 40
sehingga dihasilkan filtrat dan endapan. Endapan sebagai xilanase amobil diuji kestabilan aktivitasnya berdasarkan pengaruh suhu dan lama penyimpanan.
Penentuan Kestabilan Aktivitas Xilanase Amobil
Xilanase amobil ditimbang sebanyak 0,1 g dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi ukuran 5 mL dan ditutup dengan alumunium foil. Tabung reaksi diinkubasi dengan variasi suhu : 30, 40, 50, 60, dan 70 °C dan pada lama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 hari.
Enzim amobil diuji aktivitasnya dengan cara menambahkan 1 mL substrat xilan 1%, 1 mL buffer asetat 0,2 M pH 5, 1 mL aquades, kemudian diinkubasi pada suhu 60 °C selama 55 menit. Campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 40 dan filtrat yang diperoleh ditambahkan 2 mL reagen DNS, dipanaskan ke dalam penangas air mendidih selama 15 menit, didinginkan dan diencerkan sebanyak 25 mL. Sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum gula pereduksi (490 nm). Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mengkonversikan nilai absorbansi yang diperoleh pada persamaan kurva baku gula pereduksi sehingga dapat diketahui beberapa konsentrasi gula pereduksi yang diperoleh dari hasil hidrolisis xilan yang dikatalisis enzim xilanase.
"HASIL DAN PEMBAHASAN"
Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan terhadap Kestabilan Xilanase Amobil
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas enzim untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kestabilan enzim yang diamobilisasi pada matriks pasir laut, dengan cara menyimpan enzim amobil pada variasi suhu 30, 40, 50, 60, dan 70 °C dan variasi lama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari. Pada Gambar 1 menunjukkan aktivitas xilanase amobil pada suhu 40, 50, 60, dan 70 °C naik pada penyimpanan 1 hari dan kemudian turun seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan. Sedangkan pada suhu 30 °C aktivitas xilanase amobil semakin menurun dengan bertambahnya lama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, aktivitas enzim xilanase amobil akan semakin menurun, Penurunan aktivitas enzim xilanase amobil ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas protease yang dihasilkan dan terbawa saat proses fermentasi dan pemurnian enzim xilanase. Protease adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis protein, yaitu memecah protein menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana. Karena xilanase merupakan protein, maka semakin lama penyimpanan menyebabkan semakin banyaknya protease yang menghidrolisis protein enzim xilanase sehingga aktivitas enzim xilanase amobil yang dihasilkan akan menurun.

                                                          Lama Penyimpanan (Hari) 

Gambar 1. Grafik pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap aktivitas enzim amobil

Pada pengaruh suhu, enzim amobil yang disimpan pada suhu 70 °C memiliki aktivitas enzim yang paling rendah dikarenakan terjadi denaturasi enzim, yaitu perubahan konformasi enzim sehingga jumlah substrat yang dapat diikat oleh sisi aktif dari enzim akan semakin berkurang menyebabkan aktivitas enzim menurun. Pada suhu tinggi juga akan mempengaruhi kekuatan adsorptivitas pasir sebagai matriks amobilisasi, karena interaksi yang terjadi antara enzim xilanase dengan pasir laut (ikatan hidrogen) akan mudah rusak, sehingga enzim xilanase akan mudah lepas dari matriks. Pada suhu 60 °C merupakan suhu optimum karena memiliki aktivitas enzim amobil yang paling tinggi diantara variasi suhu yang lain. Sedangkan pada suhu 30, 40, 50 °C memiliki aktivitas enzim amobil 50 °C > 40 °C > 30 °C. Perbedaan aktivitas enzim yang dihasilkan pada suhu tersebut dikarenakan pada genus Trichoderma, protease yang dihasilkan memiliki suhu optimum berkisar 35-40 °C [9] dan apabila di atas 50 °C diketahui memiliki aktivitas yang paling rendah [10].
Kestabilan enzim xilanase amobil ditentukan dengan cara menghitung persen aktivitas sisa yaitu aktivitas enzim amobil setelah penyimpanan dibagi dengan aktivitas enzim sebelum penyimpanan. Enzim dapat dikatakan stabil apabila aktivitas enzim sisanya lebih dari 50% dari aktivitas awal enzim.


Lama Penyimpanan (Hari) 
Gambar 2. Grafik % aktivitas sisa enzim amobil

Dari Gambar 2 terlihat bahwa aktivitas enzim sisa paling tinggi adalah pada penyimpanan suhu 60 °C, stabil hingga hari ke 6 dengan aktivitas sisa sebesar 50,74% (42,01 unit). Sedangkan aktivitas enzim sisa yang paling rendah adalah penyimpanan pada suhu 70 °C. Enzim xilanase yang diamobilkan pada matriks pasir laut umumnya stabil sampai penyimpanan selama 4 hari dengan penyimpanan pada 30, 40, 50, 70 °C berturut-turut adalah 54,88% (45,45 unit); 59,17% (48,99 unit); 61,98% (51,32 unit); dan 52,21% (43,23 unit).
"KESIMPULAN"
Lama penyimpanan dan suhu berpengaruh terhadap kestabilan enzim xilanase amobil. Kestabilan tertinggi enzim xilanase amobil dicapai pada suhu 60 °C sampai hari ke-6 dengan aktivitas enzim sisa 50,74%. Pada suhu 30, 40, 50 dan 70 °C enzim xilanase amobil stabil sampai 4 hari dengan aktivitas enzim sisa berturut-turut 54,88; 59,17; 61,98 dan 52,21%.
"DAFTAR PUSTAKA"
1. Palmer, T., 1991, Understanding Enzymes, 3rd Edition, Ellis Horwood Limited, Great Britain, pp. 19-21.
2. Poedjiadi, A., dan Supriyanti F. M. T., 2006, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
3. Richana, N., 2002, Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia, Buletin AgroBio, No. 1, Vol. 5, pp. 29-36.
4. Wahyudi, P., Suwahyono, U., dan Mulyati, S., 2010, Pertumbuhan Trichoderma harzanium pada Medium yang Mengandung Xilan, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, pp. 1-7.
5. Minovska, V.,Winkelhausen E., dan Kuzmanova S., 2005, Lipase Immobilized by Diffferent Terchiques in Various Support Material Applied in Oil Hydrolisis, J. Serb. Chem. Soc., No 4, Vol 70, pp. 609–624.
6. Suklha, S. S., Dorris K. L., Suklha A., dan Margrave J. L., 2003, Adsorpstion of Chromium from Aqueous Solution by Maple Sawdust, Journal Haz Mater., Vol. 12, pp. 1-3.
7. Lesbani, A., 2011, Studi Interaksi Vanadium dan Nikel dengan Pasir Kuarsa, Jurnal Penelitian Sains, No 4(C) 14410, Vol 14, pp. 43-46.
8. Sukmana, M. E., 2013, Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kestabilan Enzim Xilanase dari Trichoderma viride, Skripsi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang.
9. Simkovic, M., Anita K., Martina H., dan Ludovit V., 2008, Induction of Secretion of Extracellular Proteases from Trichoderma viride, Acta Chimica Slovaca, No. 1, Vol. 1, pp. 250-264.
10. Suarez, B., Manuel R., Pablo C., Enrique M., dan Antonio L., 2004, Isolation and Characterization of PRA1, a Trypsin-like Protease from the Biocontrol Agent Trichoderma harzanium CECT 2413 Displaying Nematicidal Activity, Appl Microbiol Biotechnol, Vol. 65, pp. 46-55


""> text-align: left;">


http://andinyarifin-industri27.blogspot.co.id/2015/09/pembuatan-kitosan-makropori-menggunakan.html